UGM Ingatkan Risiko Hukum di Balik Program Koperasi Desa Merah Putih

Menteri Koperasi Ferry Juliantono menyebut Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih merupakan simbol kemandirian ekonomi dari, oleh, dan untuk masyarakat desa. Ia berharap koperasi menjadi penggerak ekonomi lokal serta meningkatkan kesejahteraan warga.

“Desa dan koperasi tidak bisa dipisahkan. Koperasi harus jadi motor ekonomi rakyat,” kata Ferry saat meresmikan Kopdes Merah Putih di Boyolali, Minggu (26/10/2025).

Program Kopdes Merah Putih adalah tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Targetnya, sebanyak 80 ribu koperasi beroperasi pada Maret 2026. Pemerintah juga menyiapkan kebijakan lintas kementerian untuk memperkuat ketahanan pangan dan ekonomi desa.

Namun, Departemen HAN Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) merilis kajian berjudul Koperasi Desa Merah Putih: Risiko Hukum dan Pencegahannya. Ketua Departemen HAN FH UGM, Richo A. Wibowo, menegaskan bahwa kajian ini diterbitkan lebih cepat untuk mengingatkan pemerintah agar menerapkan prinsip kehati-hatian.

“Kami mengingatkan sejak awal agar jangan sampai semua pihak menanggung akibatnya,” ujarnya, Selasa (28/10/2025).

Tim UGM menilai ada lima potensi risiko hukum dalam implementasi Kopdes Merah Putih: regulasi pendanaan yang kurang hati-hati, minimnya informasi risiko bagi pengurus koperasi, aturan yang dibuat tergesa-gesa, plafon pinjaman seragam tanpa mempertimbangkan risiko, serta tekanan target 80 ribu koperasi yang dapat mengabaikan verifikasi proposal bisnis.

Dosen FH UGM, Hendry Julian Noor, menambahkan bahwa produk hukum turunan belum memberi penegasan tentang tanggung jawab hukum pribadi pengurus koperasi. “Sikap kehati-hatian penting agar pelaksana tidak terjebak risiko hukum,” katanya.