Puan Maharani: Putusan MK Momentum Perkuat Peran Perempuan di Parlemen

Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyatakan penghormatan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan adanya keterwakilan perempuan dalam seluruh alat kelengkapan dewan (AKD). Menurutnya, keputusan tersebut menjadi momentum penting untuk memperkuat posisi dan peran perempuan dalam lembaga legislatif, bukan hanya dalam jumlah, tetapi juga pada jabatan strategis di parlemen.

“Keputusan MK ini akan kami tindak lanjuti dengan berdiskusi bersama perwakilan setiap fraksi, terutama mengenai teknis pelaksanaannya di tingkat komisi,” ujar Puan dalam keterangan tertulis, Sabtu (1/11/2025).

Lebih lanjut, Puan menekankan bahwa kebijakan afirmatif seperti ini perlu diiringi perubahan budaya politik yang lebih inklusif dan berperspektif kesetaraan gender. Ia meyakini, semakin banyak perempuan yang dipercaya menduduki posisi pimpinan, maka kualitas kebijakan publik yang dihasilkan DPR akan semakin meningkat. “Harapannya, hal ini berujung pada peningkatan kinerja DPR yang manfaatnya makin dirasakan oleh rakyat,” tambahnya.

Meski demikian, Puan mengakui bahwa keterwakilan perempuan di parlemen saat ini masih belum mencapai target ideal. Berdasarkan data keanggotaan DPR RI periode 2024–2029, jumlah legislator perempuan hanya mencapai 21,9 persen atau 127 orang dari total 580 anggota per Oktober 2024. “Ini merupakan kemajuan yang perlu diapresiasi, walau masih jauh dari target ideal 30 persen sebagaimana semangat afirmasi kesetaraan gender dalam politik nasional,” ujarnya.

Putusan MK ini sekaligus mempertegas pentingnya keterwakilan perempuan di seluruh struktur kepemimpinan DPR, termasuk komisi, badan, dan AKD lainnya. Puan menilai keputusan tersebut sejalan dengan komitmen nasional dan global dalam memperjuangkan kesetaraan gender. “Faktanya, setengah dari penduduk Indonesia adalah perempuan. Karena itu, sudah seharusnya representasi mereka dalam politik juga mencerminkan proporsi tersebut,” tegas politisi PDI Perjuangan itu.

Adapun Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian besar permohonan dalam perkara No.169/PUU-XXII/2024 terkait uji materiil terhadap UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), serta UU No.2 Tahun 2018 tentang perubahan keduanya. Dalam putusannya, MK menegaskan perlunya pemerataan dan keseimbangan keterwakilan perempuan dalam alat kelengkapan dewan.

MK juga menekankan agar DPR segera mengambil langkah konkret secara kelembagaan dan politik. Sedikitnya ada dua hal yang direkomendasikan. Pertama, DPR perlu menetapkan aturan internal yang tegas dalam Tata Tertib (Tatib) DPR agar setiap fraksi menugaskan anggota perempuan di setiap AKD sesuai kapasitasnya. Jika suatu fraksi memiliki lebih dari satu perwakilan, maka minimal 30 persen di antaranya harus perempuan.

Kedua, fraksi diimbau melakukan rotasi dan distribusi yang adil, sehingga anggota perempuan tidak hanya ditempatkan di komisi yang berfokus pada isu sosial, perlindungan anak, atau pemberdayaan perempuan, melainkan juga di bidang ekonomi, hukum, energi, hingga pertahanan. Badan Musyawarah (Bamus) DPR pun diharapkan berperan aktif dalam melakukan evaluasi berkala terhadap komposisi AKD dan memberikan rekomendasi perbaikan bila terjadi ketimpangan gender.

Dengan langkah-langkah tersebut, keputusan MK diharapkan tidak hanya berhenti sebagai simbol afirmasi, tetapi menjadi pijakan nyata menuju parlemen yang lebih representatif dan setara gender.