
Untuk mengajukan perceraian—baik cerai talak (suami yang mengajukan) maupun cerai gugat (istri yang mengajukan)—harus ada alasan yang jelas dan kuat. Hal ini diatur dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang (UU) Perkawinan, yang menegaskan bahwa perceraian hanya bisa dilakukan jika suami-istri sudah tidak mungkin rukun kembali.
Alasan Perceraian Menurut UU Perkawinan
Dalam penjelasan Pasal 39 ayat (2), disebutkan enam alasan yang bisa dijadikan dasar perceraian:
- Perilaku buruk pasangan, misalnya berzina, mabuk-mabukan, memakai narkoba, berjudi, atau kebiasaan buruk lain yang sulit diperbaiki.
- Meninggalkan pasangan selama dua tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan yang sah, kecuali karena keadaan di luar kendalinya.
- Dijatuhi hukuman penjara minimal 5 tahun setelah menikah.
- Melakukan kekerasan berat atau penganiayaan yang membahayakan pasangan.
- Mengalami cacat fisik atau penyakit yang membuatnya tidak bisa menjalankan kewajiban sebagai suami atau istri.
- Terjadi pertengkaran terus-menerus sehingga tidak ada harapan untuk hidup rukun kembali.
Alasan Perceraian Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Dalam Pasal 116 KHI, alasan perceraian hampir sama, tetapi lebih lengkap dengan delapan alasan:
- Pasangan berzina, mabuk, memakai narkoba, berjudi, dan kebiasaan buruk lain yang sulit disembuhkan.
- Meninggalkan pasangan selama dua tahun berturut-turut tanpa izin dan alasan yang sah.
- Dijatuhi hukuman penjara minimal 5 tahun setelah menikah.
- Melakukan kekerasan berat atau penganiayaan yang membahayakan pasangan.
- Mengalami cacat berat atau penyakit yang membuatnya tidak bisa menjalankan kewajiban sebagai suami atau istri.
- Pertengkaran terus-menerus sehingga tidak ada harapan untuk rukun kembali.
- Suami melanggar janji taklik talak (janji yang diucapkan suami saat menikah).
- Salah satu pasangan keluar dari agama Islam (murtad) hingga menimbulkan ketidakharmonisan rumah tangga.
Aturan Tambahan dalam KHI
KHI juga memberikan ketentuan lebih rinci:
- Meninggalkan rumah tanpa izin: Gugatan bisa diajukan setelah dua tahun sejak pasangan pergi, dan gugatan diterima jika yang meninggalkan menolak pulang (Pasal 133).
- Perselisihan terus-menerus: Pengadilan harus meneliti penyebab pertengkaran dan mendengar keterangan keluarga atau orang terdekat (Pasal 134).
- Hukuman penjara lima tahun atau lebih: Harus disertai salinan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap (Pasal 135).
Singkatnya, perceraian tidak bisa dilakukan sembarangan. Harus ada bukti dan alasan kuat sesuai aturan hukum, baik berdasarkan UU Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam.




